Bugis Makassar adalah salah satu pewaris bangsa bahari. Banyak bukti yang menunjukkan kepiawaian mereka menguasai laut dengan perahu layar. Perantauan mereka sudah terkenal sejak beberapa abad lalu. Ditemukannya komunitas orang-orang Bugis Makassar di beberapa kota di Indonesia merupakan bukti perantauan mereka sejak dahulu. Mereka tidak hanya menguasai perairan wilayah nusantara, tetapi sejak beberapa abad lalu juga melanglang buana jauh melampaui batas-batas negara. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa sejak dulu pelaut Bugis Makassar telah sampai di Semenanjung Malaka, Singapura, Philipina, Australia Utara, Madagaskar dan sebagainya . Dalam melakukan pelayaran ke berbagai penjuru Nusantara maupun negara lain, para pelaut Bugis Makassar menggunakan alat transportasi tradisional yaitu perahu. Perahu yang mereka gunakan itu ada beberapa jenis. Salah satu jenis yang digunakan dalam kurun waktu terakhir ini ialah perahu Pinisi. Perahu Pinisi telah digunakan oleh pelaut Bugis Makassar sejak ratusan tahun lalu. Di luar Sulawesi selatan, dulu perahu Pinisi lebih dikenal sebagai perahu Bugis, Hal ini disebabkan karena yang menggunakannya kebanyakan orang Bugis atau setidaknya pandai berbahasa Bugis. Walaupun orang Bugis Makassar terkenal sebagai pelaut ulung dengan menggunakan perahu tradisional yang kokoh, tetapi ternyata perahu yang mereka gunakan tersebut dibuat oleh satu komunitas tukang perahu dari Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Kecamatan Bontobahari (Ara, Bira, Lemo-lemo/Tanahlemo), kondisi geografisnya berbeda dengan kecamatan lain di bagian utara dan bagian barat Kabupaten Bulukumba. Di kecamatan ini sebagian besar tanahnya terdiri dari bukit kapur yang gersang dan hanya ditumbuhi padang rumput dan semak belukar. Sangat sedikit tanah yang dapat dijadikan lahan pertanian untuk menghidupi warganya. Itulah sebabnya kebanyakan penduduk daerah ini memilih pekerjaan di sektor kebaharian sebagai profesi mereka yaitu bertukang perahu dan pelaut. Keahlian berlayar bagi orang Bugis Makassar telah dikenal sejak sekitar abad XVI. Dengan demikian berarti sejak waktu itu pula keahlian membuat perahu sudah berkembang. Penggunaan perahu di Sulawesi selatan telah berlangsung sejak dahulu. Menurut beberapa sumber perahu yang dipergunakan masyarakat pesisir ada beberapa jenis. Tetapi perlu diketahui pada umumnya perahu yang mereka gunakan adalah perahu kecil yang dipergunakan untuk menunjang aktifitas mereka sehari – hari. Menurut legenda, perahu besar mulai dikenal di Sulawesi selatan sejak zaman Sawerigading seperti disebutkan di dalam Lontarak I lagaligo. Sawerigading adalah putra Raja Luwu yang diyakini pertama kali menggunakan perahu yang berukuran besar. Konon perahu tersebut dibuat dengan kekuatan magis/ghaib di dalam perut bumi oleh neneknya yang bernama La Toge Langi (gelar Batara Guru). Karena melanggar sumpah, dalam suatu perjalanan perahu Sawerigading dihantam badai dan pecah ditelan gelombang. Kepingan-kepingan perahu tersebut hanyut dan terdampar di beberapa tempat disekitar Tanjung Bira, Sebahagian besar badan perahunya terdampar dipantai Ara, sotting/Linggi perahu terdampar di Lemo-lemo sedangkan layar dan tali temalinya terdampar di Bira. Orang Ara mengumpulkan kepingan-kepingan perahu tersebut lalu menyusunnya kembali (nipuli paso’–direkonstruksi). Selanjutnya mereka percaya bahwa dari hasil rakitan itulah nenek moyang mereka mendapatkan ilham dasar membuat perahu yang disusun dari lembaran–lembaran papan. Mereka percaya konstruksi perahu sawerigading telah dibakukan oleh nenek moyang mereka yang selanjutnya menjadi pola dasar dari perahu yang terkenal yakni Pinisi. Bagi orang Lemo-lemo (Tanahlemo) percaya pula bahwa keahlian membuat perahu yang mereka miliki bersumber dari penemuan bagian perahu Sawerigading. Demikian pula orang Bira, mereka percaya bahwa keahlian berlayar yang mereka miliki sejak dahulu diwarisi dari penemuan layar dan tali temali perahu Sawerigading.
No comments:
Post a Comment